Minggu, 18 Juli 2010

DZIKIR 1

mengenai dzikir, ada dua macam, dzikir khofi dan dzikir jahri, kedua dzikir tetsebut ditujukan untk mendekatkan diri kepada ALLAH. di NU sendiri bahkan ada tiga jahri, khofi, sirri, ketiganya di pakai pada kesempatan yang berbeda beda. umpamanya ketika bersama sama dalam satu acara, jamaah, maka yang dipakai adalah dzikir jahri atau di keraskan ini berdasarkan bahkan dari hadits Qudsi (buka kitab ahaaditsul qudsiyyah halaman 23). mengenai al a'raf 205 tersebut banyak penafsirannya: salah satunya adalah ketika kita berdzikir dalam kesendirian di anjurkan untk tidak mengeraskan suara, dan kaitannya pada ayat sebelumnya adalah ketika berdzikir dan di samping kita ada orang yang membaca al quran, maka di anjurkan untuk mesirrikan. kata anjuran dan sangat di anjurkan tapi tidak bermaksud melarang adalah diwakilkan dengan kalimat " DUUNA" bukan kata "LAA", artinya perlu adanya penafsiran kembali.
sedangkan qunud merupakan anjuran oleh rasulullah dan merupakan adat yang dipakai oleh rasulullah, dan adat tersebut masih tetap di pelihara sampai sekarang,. di tempat saya solat jum'at juga pakai qunut.
semoga keterangan tersebut membantu saudari

JILBAB

Wacana publik tentang jilbab seringkali berputar-putar pada
pertanyaan: Apakah ia sebuah ekspresi kultural Arab ataukah substansi
ajaran agama; Apakah ia sebuah simbol kesalehan dan ketaatan
seseorang terhadap otoritas agama ataukah simbol perlawanan dan
pengukuhan identitas seseorang? Banyak feminis "beraliran" Barat
memandangnya sebagai sebuah bias kultur patriarkhi serta tanda
keterbelakangan, subordinasi dan penindasan terhadap perempuan.

Wacana publik tentang jilbab seringkali berputar-putar pada
pertanyaan: Apakah ia sebuah ekspresi kultural Arab ataukah substansi
ajaran agama; Apakah ia sebuah simbol kesalehan dan ketaatan
seseorang terhadap otoritas agama ataukah simbol perlawanan dan
pengukuhan identitas seseorang? Banyak feminis "beraliran" Barat
memandangnya sebagai sebuah bias kultur patriarkhi serta tanda
keterbelakangan, subordinasi dan penindasan terhadap perempuan.
Fatima Mernissi,misalnya, menggugat bahwa jilbab hanya menjadi
penghalang yang menyembunyikan kaum wanita dari ruang publik
(Pemberontakan Wanita:1996). Tapi di sisi lain, jilbab dianggap
sebagai pembebas dan ruang negosiasi perempuan.

Pada titik ini, jilbab sebenarnya masuk pada arena kontestasi ?sebuah
permainan makna dan tafsir. Relasi-kuasa bermain dan saling tarik
antara kalangan agamawan normatif dan feminis liberal; antara atas
nama kepentingan norma (tabu, aurat, kesucian, dan privasi) dan atas
nama kebebasan perempuan (ruang gerak, persamaan dll).

Menurut penelitian Stern (1939a: 108), "Nabi Muhammad tak
memperkenalkan kebiasaan berjilbab." Hansen juga berpendapat (1967:
71), "pemingitan dan jilbab merupakan fenomena asing bagi masyarakat
Arab dan tak diketahui pada masa Nabi." Asal-usul jilbab dibahas oleh
banyak orang pada tahun 1970-an dan 1980-an (lihat misalnya Marsot
1978: 261-276; Dengler 1978: 229-244; El Guindi 1983: 79-89). Jilbab
telah umum diakui keberadaannya di wilayah Mesopotamia/Mediterania.
(Fadwa el-Guindi: 1996). Al-Zarkasyi juga telah mengemukakan bukti
bahwa beberapa kota penting di zaman Romawi dan Yunani sudah
menggunakan kostum yang menutupi seluruh anggota badan, kecuali satu
bola mata untuk melihat (al-Zarkasyi: 1970).

Pandangan yang lebih moderat lahir dari seorang penulis Iran,
Navabakhsh: "Semula Alquran sendiri tak menetapkan kapan wanita harus
dihijab dari lingkungan laki-laki. Tak dikenal sebagai suatu fenomena
sosial historis pada masa Nabi. Hijab ketika itu lebih sering
diasosiasikan dengan gaya hidup kelas atas di kalangan masyarakat
petani dan para pendatang, yang merupakan tradisi pra-Islam di Syria
dan adat di kalangan orang-orang Yahudi, Kristen, dan Sasania."
(Mustafa Hashem Sherif: 157).

Kewajiban berjilbab biasanya didasarkan Q.s al-Nur [24]: 31 dan
al-Ahzab [33]: 59). Kedua ayat itu melegitimasi kesucian para pemakai
jilbab di ruang privat maupun publik. Sayangnya, jarang sekali
diungkap konteks sosial dibalik turunnya ayat-ayat tersebut. Bagi
para mufasir, kedua ayat itu turun setelah peristiwa fitnah keji
terhadap Aisyah. Fitnah perselingkuhan Aisyah ini sangat
menghebohkan umat Islam di Madinah. Fitnah keji itu berakhir setelah
turun ayat Q.s al-Nur: 31, khusus untuk membersihkan nama Aisyah.

Sejak peristiwa itu turun ayat lain yang cenderung membatasi ruang
gerak keluarga Nabi, khususnya dalam Q.s al-Nur dan al-Ahzab di mana
ayat-ayat jilbab itu ditemukan. Dilihat dari konteks ayat-ayat
jilbab,hijab dan kecenderungan pembatasan perempuan, khususnya kepada
keluarga Nabi, seolah merupakan refleksi dari suatu situasi khusus
yang terjadi di Madinah ketika itu.

Riwayat lain mengukuhkan bahwa suasana masyarakat Madinah ketika itu
tak tentram, dalam situasi perang berkepanjangan. Apalagi, umat Islam
saat itu baru saja mengalami kekalahan dalam perang Uhud, yang
membengkakkan populasi janda dan anak yatim. Janda dan
anak-yatim-perempuan ketika itu sering kali menjadi objek pelecehan
seksual dari laki-laki nakal. Hanya kaum perempuan bangsawanlah yang
terhindar dari pelecehan itu karena mereka mengunakan jilbab. Maka,
seruan untuk berjilbab pada saat itu adalah salah satu srategi budaya
atau tindakan preventif atas terjadinya pelecehan terhadap perempuan.

Dalam konteks kekinian, jilbab juga menjadi simbol identitas, status,
kelas dan kekuasaan. Menurut Crawley, misalnya, pakaian adalah
ekspresi yang paling khas dalam bentuk material dari berbagai
tingkatan kehidupan sosial sehingga jilbab menjadi sebuah eksistensi
sosial, dan individu dalam komunitasnya (Al Guindi 117). Di Afrika
Utara, jilbab menjadi pembungkam perempuan dalam wilayah publik
secara umum. Namun, kadangkala juga kerap digunakan oleh perempuan
pedesaan bepergian di luar wilayah mereka." (Sharma 1978: 223-4).

Di Yaman, jilbab sebagai simbol status yang terstratifikasi. Bagi
perempuan bangsawan memakai syarsyaf, jenis jilbab yang terbuat dari
sutera. Sementara perempuan dari status ekonomi yang lebih rendah
cenderung memakai sitara. Makhlouf menyatakan bahwa "jilbab, walaupun
jelas-jelas merupakan pembatasan komunikasi ? [dia juga merupakan
sebuah simbol] alat komunikasi ? [dan] berjilbab tentunya menciptakan
suatu perintang bagi ekspresi bebas wanita sebagai seorang pribadi ?
[tapi jilbab juga meningkatkan] ekspresi diri dan femininitas"
(Makhlouf 1979: 31-32).

Lebih dari itu, jilbab juga menjadi simbol pembebasan dan resistensi.
Sebagai gerakan resistensi, ia tak hanya berhenti pada masyarakat
Timur Tengah, melainkan terejawantah dalam masyarakat muslim modern
di
berbagai belahan dunia. Resistensi adalah sebuah perlawanan atau
strategi untuk mengukuhkan eksistensi seseorang atau suatu komunitas.
Cudjoe dan Harlow mendefinisikan resistensi sebagai sebuah tindakan
yang dirancang untuk membebaskan masyarakat dari penindasnya, dan ia
sepenuhnya memasukkan pengalaman hidup dibawah penindasan itu, yang
kemudian menjadi prinsip estetik yang otonom (Cudjoe dan Harlow:
2000).

Di Aljazair, misalnya, jilbab mempunyai peran penting dalam proses
kemerdekaan negara ini. Kolonial Perancis tidak hanya mengontrol
hukum
Islam ?perkara-perkara pidana tapi juga menghancurkan kebudayaan
mereka? memberangus adat setempat, dan melarang warga mempelajari
bahasa mereka sendiri. Para pendatang Perancis mendominasi wilayah
Aljazair dan memegang posisi-posisi fungsionaris publik, dan
mengontrol pos-pos subordinat di bawahnya. Strategi lainnya adalah
mem-Perancis-kan wanita Aljazair dengan mencabut akar budayanya.
Jilbab menjadi target kolonial untuk mengontrol dan melepaskan? untuk
mempengaruhi wanita Aljazair agar melepaskan jilbabnya dengan alasan
untuk memodernisir Aljazair. Namun, budaya tradisional Arab?Aljazair
memandang keluarga adalah pusat di mana dunia sosial moral itu
berada;
wanita adalah pusat identitas sakral keluarga dan penjaga harga diri
dan reputasi keluarga Arab. Keibuan dipandang sakral. Maka, menyerang
wanita Muslim, berarti mendestabilisasikan inti sistem
sosial-spiritual dan memperkosa secara literal maupun figuratif akar
budaya mereka. Dan salah satu bentuk perlawanan Aljazair terhadap apa
yang dilakukan oleh Perancis itu adalah memperkuat jilbab sebagai
bagian dari simbol nasional dan kultural perjuangan wanita Aljazair
(El Guindi: 1996).

Di tanah air, jilbab tidak hanya dipakai orang tua, tapi juga para
remaja, pekerja di kantor, instansi maupun pemerintahan, para artis,
bahkan para pelacur sekalipun. Tentu, ia pun sarat makna. Di satu
sisi, jilbab menjadi simbol pakaian muslimah santri, terutama yang
berasal dari pesantren. Di sisi lain, ia dijadikan busana yang lazim
dikenakan hanya pada momen-momen kerohanian ?salat, pengajian,
berkabung, bahkan saat menghadiri pesta pernikahan; sebaliknya tak
dipakai pada berbagai aktivitas kesehariannya.

Pada akhir 1980-an, ribuan mahasiswi dan pelajar berjilbab membanjiri
jalanan di berbagai kota besar. Mereka memprotes kebijakan Mendikbud
yang melarang jilbab di sekolah-sekolah umum. Mereka ingin
mengukuhkan identitas kemuslimahannya dengan mentradisikan
berjilbab. Jilbab lebih dari sekadar kewajiban, tapi simbol kultural
yang membedakan komunitas mereka (santri) dengan komunitas lainnya
(abangan dan non-muslim).

Kalangan selebritis sibuk menutupi kepalanya yang biasa terbuka itu
dengan jilbab di bulan Ramadhan. Jelas pemakaian jilbab tak ada
hubungan dengan kesalehan maupun ketaatan beragama. Sebab, begitu
bulan suci itu usai, jilbabnya pun dilepas. Bagi mereka, berjilbab
hanyalah tuntutan pasar; strategi untuk meraup keuntungan material
dengan penampakan spiritual.

Begitu pula para pelacur. Di Nangroe Aceh Darussalam, mereka
menyembunyikan identitasnya dengan memakai jilbab (Lily Munir, 2002).
Mengingat posisinya sebagai pekerja seks dalam ruang sosial dianggap
hina, kotor, dan melecehkan moralitas, mereka harus mencari simbol
sebagai alibi stereotip itu. Dengan memakai jilbab, mereka ingin
eksistensi dan identitas mereka diakui dan dihormati di tengah-tengah
masyarakat.

Dengan demikian, tidaklah layak jika kita menggeneralisir bahwa
perempuan berjilbab itu berarti suci, sopan, dan saleh. Begitu pula
sebalikya, perempuan tidak berjilbab dicitrakan sebagai perempuan
kotor, kurang sopan, dan tidak taat beragama.

Pendek kata, jilbab secara historis mempunyai banyak makna. Jilbab
lebih dari sekadar cita rasa berbusana religius. Jilbab terkadang
tampil sebagai simbol ideologis dari suatu komunitas tertentu,
menjadi fenomena bagi suatu lapisan elit sosial, menjadi simbol
segregasi jender, menjadi simbol komunitas patriarki, menjadi simbol
"keterbatasan" peran wanita, dan lain-lain. Jilbab adalah sebuah
fenomena majemuk, memiliki tingkat-tingkat makna dan beragam konteks.
Persoalan jilbab tak lagi wajib-mubah, haram-halal, etis-tidak etis.
Ia menyiratkan simbol sarat makna dan kepentingan, tergantung siapa
pemakainya.

SEEMOGA UKHUWAH KEISLAMAN YANG BENAR MENYERTAI KITA UMAT ISLAM.....

Senin, 12 Juli 2010

PACARAN.....MAU??????

Awas !!! Pacaran = Mendekati Zina
Janganlah Mendekati ZINA !!
إن الحمد لله نحمده ونستعینھ ونستغفره ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سیئات
أعمالنا من یھده الله فلا مضل لھ ومن یضلل فلا ھادي لھ، وأشھد أن لا إلھ إلا الله
وأشھد أن محمدا عبده ورسولھ, وعلى آلھ وأصحابھ وسلم تسلیما كثیرا وبعد،،
Saudara-saudaraku kaum muslimin,
Sesungguhnya sudah jelas firman Allah dalam Kitab-Nya dan sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam. dalam Sunnahnya serta Ijma' para Ulama tentang haramnya zina dan bahwasanya dia termasuk kekejian dan dosa besar.
Tapi..., kita mendapati banyak kaum muslimin yang terjerumus ke-dalam jurang kekejian ini, mereka mengikuti hawa nafsu dan syahwat mereka, lupa kepada Allah dan laranganNya, lupa kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam. dan sabdanya lupa kepada para Ulama dan nasihat-nasihatnya..
Sebagian mereka berusaha untuk menghalalkan zina dengan ta'wil-ta'wil yang bathil bahwa zina adalah perkosaan, sedangkan jika berdasarkan 'suka sama suka' maka tidak mengapa... Sebagian mereka bahkan berusaha untuk menipu Allah- dan sesungguhnya mereka tidak menipu kecuali diri mereka sendiri- dengan berpura-pura menikah dan berperan seakan-akan suami-istri, padahal si-wanita sudah punya suami di negerinya atau di tempat lain, dan yang pria hanya berniat memuaskan nafsunya untuk
sementara waktu -naudzu billah-. Atau..., mereka berdalil dengan ucapan orang-orang Syiah yang bathil tentang kawin mut'ah yang mana tidak lain adalah penghalalan zina dengan berkedok agama !!!.
Sungguh benar ucapan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam. :
(یكونن في أمتي أقوام یستحلون الحر والحریر والخمر والمعازف) صحیح
الجامع 5466
"Pasti akan ada dari ummatku suatu kaum yang (berusaha) menghalalkan zina, sutra, khomer(minuman keras), dan alat-alat musik!." (H.R. Bukhari.)
Saudara-saudaraku kaum muslimin,Tidakkah anda ingat ucapan Allah Ta'ala dalam KitabNya yang mulya :
Artinya :
"Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang jelek" (Al Qur’an Surat Al Isra 32)
Dalam tafsir Kalamul Mannan, Syaikh Abdurrahman Nashir As Sa'di berkata : "Larangan Allah untuk mendekatii zina itu lebih tegas dari pada sekedar melarang perbuatannya, karena berarti Allah melarang semua yang menjurus kepada zina dan mengharamkan seluruh faktor-faktor yang mendorong kepadanya,”
Maka bisa saya katakan, kalau jalan-jalan dan faktor-faktor yang menuju kepadanya saja dilarang apalagi perbuatannya!.
Sungguh amat keji perbuatan itu dan sungguh amat benar ucapan Allah bahwa zina adalah Fahisyah yang dikatakan oleh Syaikh Abdurrahman pula dalam tafsirnya : "Al Fahisyah adalah sesuatu yang dianggap sangat jelek dan keji oleh Syari'at, oleh akal sehat dan fitrah manusia, karena mengandung pelanggaran terhadap hak Allah, hak wanita, hak keluarganya atau suaminya, dan merusak kehidupan rumahtangga serta tercampurnya (kacaunya) nasab keturunan.”
Dan sering sekali fahisyah di dalam Al-Qur'an ataupun Al-Hadits dimaksudkan dengan zina.
Demi Allah sesungguhnya zina adalah dosa besar... dan bukan masalah kecil. Ibnu Mas'ud pernah
bertanya tentang dosa-dosa besar kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam : Aku berkata :
"Wahai Rasulullah.., dosa apakah yang paling besar di sisi Allah?
Beliau bersabda : "Engkau menjadikan bersama Allah sekutu yang lain, padahal Dia menciptakan kamu."
Dia (Ibnu Mas'ud) berkata : "Kemudian apa?"
Beliau bersabda : "Engkau membunuh anak kamu karena khawatir dia makan bersama kamu."
Dia berkata :"kemudian apa?"
Beliau bersabda : "Engkau berzina dengan istri tetanggamu."
Kemudian Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam. membacakan ayat (tentang sifat-sifat Hamba-hamba
Allah Ar-Rahman) diantaranya Allah mengatakan:
Artinya :
"Yaitu orang-orang yang tidak menyeru bersama Allah sesembahan yang lain dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan hak dan tidak berzina. Dan barang siapa melakukan yang demikian akan mendapatkan dosa, akan dilipat gandakan adzabnya pada hari kiamat dan kekal di dalamnya dengan terhina." (Al Qur’an Surat Al Furqan 68 – 69)
Demikianlah diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.
Bahkan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam mengatakan bahwa yang paling banyak
menjerumuskan manusia ke dalam neraka adalah mulut dan farji (kemaluan). Beliau bersabda :
(أكثر ما یدخل الناس النار الفم والفرج) رواه الترمذي وابن حبان في صحیحھ
Artinya:
"Yang paling banyak menjerumuskan manusia ke-dalam neraka adalah mulut dan kemaluan." (H.R.
Turmudzi dan dia berkata hadits ini shahih.)
Maka pantaslah kalau tentang hal ini Imam Ahmad mengatakan: "Aku tidak tahu ada dosa yang lebih besar setelah membunuh jiwa dari pada zina,”
Dan Ibnu Mas'ud berkata : "Tidaklah muncul riba dan zina pada suatu daerah kecuali Allah akan
mengizinkan kehancurannya."
Maka jelaslah masalah buruknya zina, Allah mengatakan bahwa zina adalah perbuatan keji dan jalan yang sangat buruk, Rasulullah bersabda bahwa zina adalah dosa besar yang banyak menjerumuskan manusia ke dalam neraka, demikian pula para Ulama. Sedangkan akal sehat dan fitrah bisa kita
tanyakan pada diri kita sendiri..........
Bagaimana jika istri kita sendiri yang dizinai...?
Atau Ibu kita? atau anak perempuan kita? Atau kakak dan adik perempuan kita?
Demikianlah cara berfikir yang diajarkan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam. ketika datang kepadanya seorang pemuda dan berkata: "Wahai Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam. izinkanlah aku untuk berzina !" Maka para sahabat segera melarangnya dengan marah. Kemudian Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wassalam. bersabda : "Mendekatlah!" Maka dia mendekat kepadanya. Kemudian bersabda: "Duduklah!" Maka dia duduk. Kemudian Beliau bersabda: "Sukakah kalau itu terjadi pada
ibumu? "Dia menjawab : "Tidak. Demi Allah, aku sebagai jaminan untukmu. "Beliau bersabda :
"Demikian pula manusia seluruhnya tidak suka zina itu terjadi pada ibu-ibu mereka. "Kemudian Beliau
bertanya lagi : "Sukakah kalau itu terjadi pada anak perempuanmu? "Dan pemuda itu menjawab seperti tadi.
Demikianlah selanjutnya Beliau bertanya jika itu terjadi pada saudara perempuannya, bibinya dst. Atau sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam musnadnya.
Dan cukup untuk mencontohkan marahnya seseorang karena cemburu, apa yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Sa'ad bin Ubadah Radiyallahu ‘anhu bahwa dia berkata: "Kalau akumelihat seorang laki-laki bersama istriku akan aku pukul dengan pedangku tanpa aku ma'afkan."
Bagaimana pendapat anda dengan kecemburuan Sa'ad bin Ubadah? Jangan kalian anggap ini
berlebihan ! Ketahuilah bahwa inilah yang hak, bahkan kalau ada seorang yang tidak marah ketika melihat istrinya bersama laki-laki lain maka inilah yang disebut oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam. dengan "Dayyuts" yang tidak akan masuk surga. Dengarlah apa kata Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam. ketika mendengar ucapan Sa'ad Radiyallahu ‘anhu :
(أتعجبون من غیرة سعد؟ والله لأنا أغیر منھ، والله أغیر مني، ومن أجل غیرة الله حرم
17 ) متفق ) الفواحش ما ظھر منھا وما بطن ) رواه البخاري ( 7416 )، ومسلم( 1499
علیھ.
“Apakah kalian heran dengan kecemburuan Sa'ad? Demi Allah aku lebih cemburu dari padanya, dan Allah lebih cemburu dari padaku. Dan karena kecemburuan itulah Allah mengharamkan seluruh fahisyah yang lahir ataupun yang bathin." (H. R. Bukhari dan Muslim)..
Saudara-saudaraku kaum muslimin,
Hati-hatilah terhadap perbuatan zina! Dan janganlah masuk ke-dalam jalan-jalan yang mendekati zina.
Sesungguhnya sabar untuk tidak masuk ke jalan-jalan tersebut lebih mudah daripada sabar untuk tidak berzina ketika sudah ada di dalam jalannya.
Maka janganlah mendekati zina dan janganlah masuk ke dalam jalan-jalan yang mendekatinya. Dan diantara jalan-jalan tersebut adalah:
Pertama : Memandang wanita dan auratnya termasuk wajahnya.
Ini sangat erat sekali hubungannya dengan zina, hingga Allah berfirman:
Artinya :
"Katakanlah kepada orang-orang beriman laki-laki hendaklah mereka menahan pandangannya dan menjaga kemaluannya, yang demikian itu lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat."(An-nur : 30)
Demikian pula Allah memerintahkan kepada wanita agar menahan pandangannya terhadap laki-laki dan menjaga kemaluannya. Allah berfirman :
Artinya :
"Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman hendaklah mereka menahan pandangannya dan
menjaga kemaluannya." (QS An Nuur 31)
Dan karena menutup jalan menuju zina pula Allah memerintahkan para wanita mu'minah agar menutup auratnya. Allah berfirman selanjutnya :
Artinya:
"Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudungnya ke dadanya." (An-Nur : 31)
Jadi jelas menyaksikan TV atau Video (terlebih film/video/vcd/dvd porno, red), dimana tampil wanitawanita dengan membuka aurat dan berhias (Tabarruj) termasuk jalan kepada zina yang diharamkan oleh Allah. Demikian pula majalah-majalah, atau gambar-gambar (termasuk gambar cabul, gambar porno, majalah porno yang tersebar baik di media cetak maupun Internet, red).
Kedua : Pendengaran.
Pendengaranpun bisa menjadi jalan mendekati zina, bila mendengarkan nyanyian-nyanyian wanita yang bukan muhrimnya, apalagi dengan diiringi musik, dan isinya tentang cumbu dan rayu atau cinta dan kasih dll.
Oleh karena itu Allah berfirman kepada para istri-istri Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam,yang mereka itu adalah contoh teladan bagi seluruh kaum wanita muslimah:
) {فَلا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَیَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِھِ مَرَضٌ { (سورة الأحزاب - 32
Artinya:
"Maka janganlah kalian tunduk (lemah) dalam pembicaraan sehingga menimbulkan keinginan pada orang-orang yang dihatinya ada penyakit...)" Q.S. Al Ahzab 32.
Ketiga : Ikhtilath (percampuran atau pergaulan bebas laki-laki dan wanita.
Ini adalah jalan yang paling banyak menjerumuskan manusia kepada zina. Betapa banyak perzinahan terjadi yang penyebabnya adalah perkenalan mereka di kantor, atau keakraban mereka di sekolah, kampus, atau perjumpaan mereka di kendaraan umum, dll.
Allah Taala berfirman:
Artinya :
"Kalau kamu meminta kepada mereka sesuatu kebutuhan, mintalah dari balik hijab (tabir), yang demikian lebih suci bagi hatimu dan hati mereka." (Q.S. Al Ahzab 53.)
Keempat : Khalwat (berduaan) dengan seorang wanita yang bukan mahramnya.
Ini lebih bahaya dari yang ketiga. Tidaklah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita yang bukan mahramnya kecuali yang ketiganya adalah syaithon. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas Radiyallahu
‘anhu bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam. bersabda:
(لا یخلون رجل بامرأة إلا مع ذي محرم) رواه البخاري ومسلم
Artinya :
"Janganlah sekali-kali seorang (diantara kalian) berduaan dengan wanita, kecuali dengan mahramnya” (H.R Bukhari dan Muslim).
Dan Beliau Shalallahu 'alaihi wassalam juga bersabda :
(إیاكم والدخول على النساء) رواه البخاري ومسلم
Artinya :
"Janganlah sekali-kali kalian masuk ke (tempat) wanita." Maka berkatalah seorang dari kalangan
Anshor : Bagaimana pendapatmu kalau wanita tersebut adalah ipar (saudara istri)?
Maka Beliau Shalallahu ‘alaihi wassalam. menjawab :
(الحمو الموت ) رواه البخاري ومسلم
Artinya : "Ipar adalah maut." (H. R. Bukhari dan Muslim.)
Maka termasuk jalan mendekati zina, perginya seorang perempuan dengan sopirnya, tinggalnya seorang laki-laki di rumah bersama pembantu perempuannya atau lainnya dari bentuk-bentuk khalwat walaupun asalnya berniat baik, seperti mengantarkan seorang wanita ke tempat tertentu.
Demikianlah wahai kaum muslimin, seluruh jalan-jalan kepada zina sudah Allah tutup. Dan semua itu sudah Allah haramkan dalam satu ayat:
Dan Rasulullah telah mengatakan dalam satu haditsnya :
(كتب على ابن آدم نصیبھ من الزنا فھو مدرك ذلك لا محالة: العینان زناھما
النظر والرجل زناھما الخطى ، والقلب یھوى ویتمنى، ویصدق ذلك الفرج أو
یكذبھ ) رواه البخاري ومسلم وأبو داود والنسائي
Dari Abi Hurairah Radiyallahu ‘anhu dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam. bahwa Beliau bersabda:
"Telah ditulis atas anak adam nasibnya (bagiannya) dari zina, maka dia pasti menemuinya, zina kedua matanya adalah memandang, zina kakinya adalah melangkah, zina hatinya adalah berharap dan berangan-angan, dan dibenarkan yang demikian oleh farjinya atau didustakan," (H.R. Bukhari, Muslim, Abu Dawud dan Nasa'i).
Dan dalam riwayat lain Beliau bersabda:
(والیدان تزنیان فزناھما البطش، والرجلان تزنیان فزناھما المشي والفم تزني
فزناه القبل ) رواه مسلم وأبو داود
"Kedua tangan berzina dan zinanya adalah meraba, kedua kaki berzina dan zinanya adalah melangkah, dan mulut berzina dan zinanya adalah mencium." (H.R. Muslim dan Abu Dawud).
Wahai kaum muslimin kembalilah kepada Allah, sesungguhnya Allah telah memerintahkan dengan wasiat -sedangkan wasiat lebih dari sekedar perintah agar menjauhi seluruh fahisyah (perbuatan keji):
Artinya :
"...Dan janganlah kamu mendekati fahisyah yang tampak atau yang tersembunyi, dan janganlah
membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan hak. Demikian itu yang diwasiatkan oleh
Tuhanmu kepadamu supaya kamu memahami." (Al Qur’an Surat Al An'am 151)
Dan juga Allah mengatakan bahwa diantara sifat-sifat orang mu'min yang akan beruntung adalah seorang yang menjaga kemaluannya dari zina,:
Artinya :
"...Dan orang-orang yang menjaga kemaluan mereka kecuali kepada istri-istri mereka atau perempuan-perempuan yang mereka miliki maka mereka tidak tercela. Barang siapa mencari selain itu maka merekalah orang-orang yang melampaui batas.." (Q.S. Al Mu'minun 5-7)
Maka kembalilah kepada Allah., sesungguhnya Allah akan membalas mereka yang berbuat ihsan dengan ihsan, yaitu orang orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan fahisyah.
Firman Allah:
Artinya:
"Dan hanya kepunyaan Allahlah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi untuk Allah balas
orang-orang yang berbuat kejelekan atas apa-apa yang mereka kerjakan, dan Allah balas orang-orang yang berbuat ihsan (kebaikan) dengan ihsan, yaitu orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan fahisyah kecuali dosa-dosa kecil, sesungguhnya Allah Maha luas ampunan-Nya." (Q.S. An Najm 31-32).
Dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah mempersiapkan kenikmatan-kenikmatan dan kelezatankelezatan disisiNya yang jauh lebih baik dan lebih kekal untuk orang-orang yang beriman dan bertawakal kepada Allah serta menjauhi dosa-dosa besar dan fahisyah.
Firman Allah Ta'ala:
Artinya:
"Dan suatu apapun yang di berikan kepada kalian itu hanyalah kenikmatan hidup didunia, dan apa yang ada di sisi Allah lebih baik dan lebih kekal, untuk orang-orang yang beriman dan hanya kepada Rabb mereka, mereka bertawakkal. dan (bagi) mereka yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatanperbuatan
keji (fahisyah) dan apabila mereka marah mereka memaafkan." (Q.S. Asy Syura 36-37.)
Wahai kaum muslimin kembalilah kepada Allah... dan bertaubatlah kepada-Nya.... Sesungguhnya Dia Maha Pengampun dan Maha Penyayang.
وصلى الله على محمد وعلى آلھ وأصحابھ وسلم
سبحانك اللھم وبحمدك أشھد أن لا الھ إلا أنت أستغفرك وأتوب إلیك.
(Ditulis oleh al Ustadz Muhammad Umar as Sewed dengan judul الزنا لا تقربوا JANGANLAH
MENDEKATI ZINA, di Islamic Center Unaizah, King of Saudi Arabia, saat beliau belajar pada syaikh
Muhammad bin Sholih al Utsaimin rahimahullah.)